Juga Dilarang Tidur oleh Penyidik
Mabes Polri Bantah Tekan Wiliardi

Selama tiga hari proses pemeriksaan (28-30 April 2009), terdakwa kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain itu dilarang penyidik untuk makan dan tidur. Selama proses pemeriksaan itu dia juga tidak diperkenankan didampingi oleh penasihat hukum.
“Pengakuan klien saya, dia tidak makan dan tidak tidur. Bagaimana dia bisa makan kalau terus diinterogasi. Bagaimana dia bisa tidur kalau tidak dibolehkan tidur. Itu bentuk pressure selama tiga hari,” ungkap penasihat hukum Williardi, Apollo Djara Bonga, di Mabes Polri, Rabu (11/11).
Selain tekanan mental dan psikis, penyidik tidak memperbolehkan keluarga dan rohaniawan menjenguk Williardi. Penyidik telah melanggar hak-hak tersangka dimana tidak diperkenankan didampingi oleh penasihat hukum. “Padahal itu hak dasar yang sudah diatur dalam KUHP Pasal 56,” tandas Apollos.
Masih menurut kuasa hukum Wiliardi, kliennya juga baru memperoleh surat penangkapan setelah diperiksa maraton selama tiga hari tanpa didampingi penasihat hukum. Bahkan, katanya, kliennya tidak pernah mendapatkan surat penahanan hingga dia didampingi penasihat hukum tertanggal 16 Mei.
“Klien saya mengaku dipaksa untuk mengikuti kemauan penyidik yang menginginkannya menuruti keterangan Sigid Haryo Wibisono. Makanya semua isi BAP nya itu dicabut di persidangan kemarin,” urainya.
Pasca pencabutan BAP itu, Willirdi masih mendapatkan tekanan. “Saya sebagai pengacaranya tidak boleh membesuk dan mendampingi dalam pemeriksaan tanpa alasan. Ada apa? Itu indikasi penekanan itu jelas ada,” tandasnya.
Williardi sempat menanyakan intimidasi yang diterimanya kepada Direktur Kriminal Umum, Kombes M Iriawan, yang juga ketua tim penyidik melalui sms. “Kenapa kamu menjebak saya? Begitu bunyinya. Tapi itu tidak dibalas,” ujar Apollos.
Atas dasar itu, Williardi meminta majelis hakim menghadirkan nama-nama penyidik dan petinggi Polri yang diungkapkannya terlibat melakukan intimidasi dan rekayasa terhadap berkas perkaranya.
Penyangkalan BAP oleh Wiliardi di persidangan semakin memperkuat adanya dugaan rekayasa KPK. Hal ini semakin mencolok ketika Polri mendudukkan ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka kasus pembunuhan, dan menetapkan tersangka terhadap dua pimpinan KPK, Chandra M Hamzah serta Bibit Samad Riyanto dalam kasus penyuapan dan pemerasan.
Tak ada tekanan
Bagaimana jawaban Mabes Polri? Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarma membantah adanya tekanan dan paksaan terhadap Williadi Wizard. “Tidak ada tekanan, bahkan pemeriksaan berlangsung santai dan tidak ada kesan adanya penekanan,’ kata Nanan sambil memperlihatkan video pemeriksaan Wiliardi kepada wartawan, di Mabes Polri.
Nanan justru menegaskan, keterangan mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan itu tidak diperlukan untuk menetapkan Antasari Azhar sebagai tersangka. “Tanpa kesaksian Wiliardi pun cukup membuat AA (Antasari Azhar) sebagai tersangka,” tandasnya.
Untuk menetapkan AA sebagai tersangka, penyidik tidak memerlukan kesaksian dari Willi, karena masih ada saksi dan bukti yang lain. Jadi, buat apa polisi merekayasa BAP Williardi,” jelas Nanan.
Bahkan, jurubicara Polri itu meminta hakim segera menghadirkan para penyidik dan orang-orang yang disebut Williardi di persidangan. “Kalau perlu Tim Delapan juga memanggil para penyidik itu,” tandasnya.
Terpisah, staf ahli Kapolri Irjen Pol Hadiatmoko yang juga disebut oleh Willi ikut merekayasa BAP mengaku tak pernah memeriksa berita acara pemeriksaan (BAP) Wiliardi Wizar. Hadiatmoko yang saat BAP itu disusun menjabat Wakabareskrim Mabes Polri juga tak pernah bertemu bertiga dengan Wiliardi dan istrinya.
“Nggak benar itu. Pemeriksaan terhadap kasus alm Nasrudin dilaksanakan di Polda Metro Jaya. Selaku penyidik Mabes Polri, ndak ada. Masa Pak Hadiatmoko memeriksa?” ujar Hadiatmoko di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (11/11).
Lantas beberapa minggu kemudian, istri Wiliardi, Nova, menemui dirinya. “Malem-malem pukul 8 saya di kantor, disampaikan oleh staf saya ‘Pak ada tamu, Ibu Wiliardi’ terus saya tanya ‘Ada apa malam-malam begini?’. Dia bilang katanya sangat perlu. Siapa saja? ‘Ibu Wiliardi dengan putrinya’. Kemudian saya persilakan tapi saya didampingi. Ada staf saya 3 orang yang mendampingi masuk ke ruangan saya,” jelas dia.
Hadiatmoko menanyakan maksud kedatangan Nova. Ternyata Nova mengungkapkan kesulitan menjenguk suaminya di rutan Bareskrim Mabes Polri. “Saya bilang, kalau malam memang sulit, ini bukan jam besuk, besok saja. Terus dia bilang, ‘Jangan Pak saya harus ketemu suami saya’. Kenapa? ‘Hari ini hari deadline untuk pembayaran lawyer saya sebesar Rp 600 juta. Kalau hari ini tidak ada izin dari suami saya saya harus gimana?’ Nah, atas pertimbangan itu saya izinkan. Tapi harus izin penjaga tahanan di Mabes Polri. Saya persilakan untuk dikawal,” kata Hadiatmoko.
Setelah pertemuan itu, imbuhnya, sudah tidak ada pertemuan lagi dengan istri Willi. Nova bertemu dengan dirinya, menurut Hadiatmoko, karena kebetulan dirinya yang berada di kantor.
Jadi Bapak tidak pernah bertemu dengan Wiliardi dan istrinya? “Istrinya saja. Berikutnya ketemu lagi Wiliardi pada saat Jumatan. Saya kan salat Jumat di dalam. Ya ketemulah, wong polisi,” jelas dia.
Kapolri Pasrah
Sementara Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menyerahkan semua pengakuan dan tudingan adanya konspirasi dalam kasus Antasari yang disampaikan Kombes Williardi Wizar (terdakwa) dalam persidangan kepada masyarakat. “Terserah masyarakat bisa menerima keterangan tersebut atau tidak,” ujar Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (11/11).
Bambang Hendarso meragukan pengakuan Willi yang diucapkannya sembari bersumpah tersebut. “Masak sih dia seorang Kombes diperiksa AKP atau Kompol bisa dipaksa,” tuturnya.
Lagipula, dalam setiap proses pemeriksaan yang berlangsung, penyidik selalu dipantau rekaman yang dipasangkan di ruangan untuk menjaga proses berjalan sesuai prosedur. “Penyidik mempunyai rekaman saat pemeriksaan dilakukan,” ujarnya.
Kapolri pun memerintahkan jajarannya untuk menelisik kebenaran pernyataan Williardi tersebut. “Itu perlu kecepatan pihak untuk beri penjelasan apa betul itu,” tandasnya.
Kasus pembunuhan Nasrudin menyeret sejumlah nama pejabat seperti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Antasari Azhar, mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Williardi Wizar, serta dua pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan Jerry Hermawan Lo.
Nasrudin ditembak usai bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul 14.00, Sabtu 14 Maret 2009. Ia tewas 22 jam kemudian dengan dua peluru bersarang di kepalanya
Istri Williardi diperiksa
Keterkejutan atas pengakuan Wiliardi Wizard di persidangan, tidak hanya dirasakan publik, melainkan juga oleh Novarina Wiliardi. Istri mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, itu mengaku tidak menduga suaminya membeberkan kebohongan berita acara pemeriksaan (BAP) di muka persidangan. “Saya terkejut dan tidak menduga suami saya berani melakukan itu,” kata Novarina kepada wartawan, Rabu (11/11).
Sebenarnya, aku dia, sejak saat diperiksa suaminya diminta jangan mau menandatangani BAP yang disodorkan oleh penyidik. Novarina mengaku berkali-kali mengingatkan suaminya agar tidak menandatangani BAP yang disodorkan penyidik. “Saat itu saya mendengar bagaimana penyidik menjanjikan kepada suami saya bahkan dia tidak akan ditangkap dan ditahan. Katanya, sanksinya hanya indisipliner,” ungkapnya.
Atas perbuatan itu, Wiliardi dan istrinya, Novarina diperiksa Propam Mabes Polri. (persda ntwork/cr1/mun/ade)[Tribun batam]
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar Anda disini